Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Biografi Cut Nyak Dien Sejarah Perlawanan Wanita Aceh


Biografi Cut Nyak Dien Sejarah Perlawanan Wanita Aceh - Pahlawan Nasional Wanita yang berasal dari Aceh ini berjuang dengan cara berperang melawan penjajah Belanda di medan pertempuran.



Bukan hal biasa dan tidak semua wanita mampu melakukan perlawanan seperti Cut Nyak Dien yang terjun langsung kemedan pertempuran.



Pejuang wanita asal Aceh lainnya yang ikut melakukan perlawanan di medan pertempuran yaitu Laksamana Malahayati yang memimpin Armada Laut dimasa Kerajaan Aceh.



Keberanian Cut Nyak Dien di akui dunia, sosok wanita yang memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda menjadi gempar dimasa itu.



Perjuangan Cut Nyak Dien dan Sejarah Perlawanannya patut untuk diangkat agar tidak hilang ditelan masa.



Maju tak gentar ke medan pertempuran merupakan salah satu bentuk emansipasi wanita yang sudah terlebih dahulu dilakukan oleh Cut Nyak Dien.



Artikel tentang Biografi Cut Nyak Dien ada banyak dituliskan di internet. Anda bisa mencari artikel lainnya dengan kata kunci Sejarah Cut Nyak Dien, Biografi Cut Nyak Dien Singkat Dan Lengkap, Profil Cut Nyak Dien. Bahkan juga terdapat artikel Biografi Cut Nyak Dien Bahasa Inggris.




Biodata Cut Nyak Dien



  • Nama : Cut Nyak Dhien

  • Lahir: 1848, Kabupaten Aceh Besar

  • Meninggal: 6 November 1908, Sumedang

  • Dimakamkan: Makam Cut Nyak Dien, Sumedang

  • Orang Tua: Teuku Nanta Seutia

  • Pasangan: Teuku Umar (m. 1880–1899), Ibrahim Lamnga (m. 1862–1878)

  • Anak: Cut Gambang

  • Biografi Cut Nyak Dien Singkat







Biografi Cut Nyak Dien Singkat



Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Kerajaan Aceh, Wilayah Mukim VI, Aceh Besar. Dari berbagai sumber tanggal dan bulan lahir beliau masih tidak diketahui.




Cut Nyak Dien berketurunan bangsawaan aceh yang taat beragama dan berpegang teguh pada ajaran Agama Islam.



Ayah Cut Nyak Dien bermama Teuku Nanta Seutia yang merupakan seorang Ulee Balang VI Mukim. Jika ditelusuri dari silsilah keturunan Ayahnya Cut Nyak Dien berdarah Minangkabau.



Silsililah keluarga melalui Ayahnya tersambung pada Machmoed Sati yang merupakan seorang perantau dari sumetera barat, Minangkabau.



Kedatangan Machmoed Sati ke Aceh, Kerajaan Aceh pada masa itu diprekdisikan pada abad ke-18. Kerajaan Aceh pada masa itu di pimpin oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.




Masa Kecil Cut Nyak Dien


Semasa kecil Cut Nyak Dien merupakan anak yang cerdik dan pintar. Beliau belajar agama pada orang tuanya dan pada gurunya.



Karakternya terbentuk ketika belajar agama pada orang tua dan guru yang mengajarkan tunduk dan taat pada ajaran Islam.



Hal inilah menjadi sebuah cikal bakal Cut Nyak Dien pantang menyerah dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Pada ketika itu penjajah Belanda disebut Kaphee Belanda.



Ajaran Islam mengajarkannya tentang Perang Fi Sabilillah yang membuatnya memiliki mental dan berhati baja terhadap Kaphee Belanda (Penjajah Belanda).



Cut Nyak Dien dinikahkan oleh orang tuanya dengan Teuku Cek Ibrahim yang merupakan putra dari Ulee Balang Lamnga XIII pada tahun 1862. Cut Nyak Dien pada ketika itu berusia 12 tahun.




Perjuangan Cut Nyak Dien Ketika Meletusnya Perang Aceh



Perjuangan Cut Nyak Dien dimulai ketika Belanda mendeklarasikan perang dengan Kerajaan Aceh pada tanggal 26 Maret 1873.




Pernyataan deklarasi perang dengan Kerajaan Aceh dimulai dengan mengempur daratan Aceh melalui laut dengan tembakan meriam dari kapal perang Citadel Van Antwerpen milik belanda.




Ketika perang pertama yang berlangsung antara tahun 1873-1874, Belanda mengerahkan prajuritnya sebanyak 3.198 orang yang dipimpin oleh Johan Harman Rudolf Kohler.




Sementara itu, Aceh melawan serangan penjajah Belanda yang dipimpin oleh Panglima Polem dan Sultan Machmud Syah.




Pada tanggal 8 April 1873, Penjajah Belanda yang dipimpin oleh Johan Harman Rudolf Kohler berhasil mendarat di Pantai Ceureumen, Ulee Lheu. Lalu menuju ke pusat Kuta Raja untuk mencari Istanan Kerajaan.




Dalam invasinya, Penjajah Belanda berhasil menemukan bangunan tembok besar tinggi dan kokoh yang mereka sangka merupakan bagian dari Istana Kerjaan Aceh.




Pada kenyataannya tembok tersebut merupakan gerbang masuk ke Masjid Raya Baiturrahman. Sempat terjadi perlawanan dengan rakyat Aceh yang mempertahankan Masjid. Sehingga Penjajah Belanda melepaskan tembakan untuk memukul mundur rakyat Aceh.




Masjid Raya Baiturrahman berhasil dikuasai oleh penjajah Belanda, dengan biadapnya melakukan pembakaran terhadap Masjid Raya Baiturrahman ketika itu.




Serangan ke Masjid Raya Baiturrahman itu merupakan bumerang bagi Penjajah Belanda. Rakyat Aceh mengumumkan Perang Fisabilillah yang membakar semangat berjuang melawan kaphee Belanda.




Pada tanggal 14 April 1873, Jenderal Kohler sedang menginspeksi pasukan Belanda dan melakukan peninjauan di areal Masjid Raya Baiturrahman.




Ketika Jendral Kohler berada di bawah pohon geulumpang, Sebutir peluru dari pejuang misterius Aceh melenting ke arah Jendral Kohler.




Peluru tersebut menembus tebuh hingga jantung Jendral Kohler dan dia pun roboh ke tanah dengan bersimbah darah.








Peristiwa ini membuat pasukan Penjajah Belanda paling banyak jatuh korban, sehingga terdesak dan memilih mundur dan lari ke kapalnya.




Pada perang pertama ini penjajah Belanda dapat dikalahkan dengan mudah oleh pejuang Aceh dengan di tandai kematian Jendral Kohler. Peristiwa ini pun menjadi penggerak perjuangan Cut Nyak Dhien yaitu Ibrahim Lamnga di garis terdepan.




Penjajah Belanda tidak serta merta menyerah dengan kematian Jendral Kohler. Tepat pada bulan November 1873, Pasukan Belanda kembali lagi ke Aceh dengan menurunkan 8.000 pasukan yang dipimpin oleh Jendral Van Swieen.




Pada serangan pasukan Belanda yang kedua inilah, Aceh menjadi porak peranda dan mengubah sejarah Aceh hingga sangat sulit ditelusuri.




Tindakan keji dan biadap penjajah Belanda terus berlangsung, pertumpahan darah sudah tidak dapat dihindarkan lagi.




Pada tanggal 24 Desember 1975 keadaan semakin tidak aman, Cut Nyak Dien dan rombongan rakyat lainnya mulai mengungsi untuk menghindari Penjajah Belanda yang brutal.



Sementara itu, suami Cut Nyak Dien yaitu Teuku Ibrahim Lamnga memilih bertahan dan bertempur di medan pertempuran melawan Penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1878 Teuku Ibrahim Lamnga gugur dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarum.




Walaupun dalam berduka ditinggal suaminya, Cut Nyak Dien terus melanjutkan perjuangan melawan penjajah Belanda.




Seorang pejuang Aceh muncul dengan semangat membara untuk mengalahkan penjajah Belanda yaitu Teuku Umar.




Kemudian Teuku Umar melamar Cut Nyak Dien, dan lamaran tersebut diterima setelah Teuku Umar memenuhi permintaannya agar bisa ikut berperang di medan pertempuran.




Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar pada tahun 1880 dan dikaruniai seorang putri bernama Cut Gambang




Cut Nyak Dien Pejuang tanpa berkoar-koar dengan istilah emansipasi wanita, namun memberikan andil dalam medan pertempuran.



Strategi Teuku Umar Mendekati Belanda



Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya menyerahkan diri pada Belanda dan membentuk kerjasama dan membantu Belanda.





Belanda sangat senang karena Teuku Umar merupakan tokoh perlawanannya menyerahkan diri dan bekerja sama membantu penjajahan belanda dan memberikan gelar kepadanya Johan Pahlawan.



Padahal hal ini hanya taktik untuk merebut senjata dan mempelari strategi perang yang dijalankan oleh penjajah Belanda untuk menghancurkan Aceh.




Ketika itu Teuku Umar mendapat upatan dan kritikan sebagai pengkhianat dari berbagai kalangan rakyat Aceh. Cut Nyak Mutia marah dan geram sehingga menemui Cut Nyak Dien dan meluapkan kemarahannya.



Karena mendapat kepercayaan penuh dari Belanda, Teuku umar beserta pengikutnya yang berjumlah 250 orang dibeirkan senjata. Seiring waktu Teuku Umar menggantikan orang Belanda di unit yang dikuasai.




Ketika persiapan senjata dirasakan sudah cukup, Teuku Umar membuat strategi akan menyerang basis pertahanan pejuang Aceh dan meminta kepada Belanda untuk mempersiapkan alat perang untuk pasukannya.




Teuku Umar serta pasukannya pergi dengan membawa sejata, amunisi dan perlengkapan berat lainnya dan tidak pernah kembali. Teuku Umar, Cut Nyak Dien serta pasukkannya bersembunyi dan berperang melawan Belanda secara bergerilya.





Teuku Umar terus melancarkan serangan dengan menggunakan peralatan dan senjata yang didapatkan dari Belanda.





Belanda marah dan berang karena sudah tertipu dengan strategi yang dijalankan Teuku Umar. Belanda menganggap Teuku Umar sebagai pengkhianat sehingga peristiwa ini disebut dengan Het Verraad van Teukoe Oemar.




Perlawanan yang dilakukan Teuku Umar terhadap penjajahan Belanda membuat kubu belanda menjadi semakin kacau sehingga terjadi pergantian Jendral.




Jokobus Ludovicius merupakan Jendral baru yang diperintahkan Belanda untuk menguasai Aceh, Namun tidak lama diapun meninggal dan digantikan oleh Jendral Joannes Benedictus van Heutsz.



Dari serangkai cara yang dilakukan Belanda untuk menaklukkan Aceh tidak berhasil maka dibentuklan kops De marsose untuk menghadapi perlawanan pejuang Aceh.




Kops De Marsose merupakan pasukan elit yang direktruk dari pribumi Nusantara, kebanyakan mereka adalah orang Tionghoa dan Ambon. Pasukan De Marsose sangatlah kejam, biadab dan Pembunuh berdarah dingin. De Marsose dibubarkan oleh Van Der Hayden.




Pada tanggal 11 Februa 1899 rencana penyerangan yang akan dilakukan oleh Teuku Umar dan pasukannya diketahui oleh Belanda. Informasi ini dimanfaatkan oleh belanda untuk membunuh Teuku Umar dan pada akhirnya Teuku Umar Syahid tertembak peluru Belanda.




Perang gerilya melawan penjajah Belanda dilanjutkan dengan dipimpin oleh Cut Nyak Dien. Perperangan sudah berlangsung bertahun-tahun. Belanda sudah mulai menghafal medan pertempuran di Aceh.




Kondisi Cut Nyak Dien yang semain lemah karena usia tuanya. Selain itu Cut Nyak Dien juga menderita sakit rabun dan encok. Jumlah pasukan yang semakin berkurang.





Persedian makanan untuk bertahan selama bersumbunyipun sudah susah didapatkan, sehingga hal ini membuat iba para pasukannya.




Biografi Cut Nyak Dien Ditangkap Belanda




Kondisi Cut Nyak Dien yang semakin memburuk membuat salah seorang pasukannya yang bernama Pang Laot merasa iba dan melaporkan lokasi persembunyian Cut Nyak Dien kepada Belanda.






Kemudian terjadilah pertempuran dengan sisa pasukan yang dipimpin Cut Nyak Dien. Belanda menangkap Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu dan dibawa ke Banda Aceh.





Cut Gambang putri satu-satunya Cut Nyak Dien berhasil meloloskan diri sehingga melanjutkan perjuangan.





Dalam catatan Biografi Cut Nyak Dien diketahui Belanda mengasingkan Cut Nyak Dien ke Sumedang pada tanggal 11 Desember 1905.




Belanda khawatir beradaan Cut Nyak Dien di Aceh bisa menyususun strategi perlawanan yang dapat merugikan Belanda.




Cut Nyak Dhien Meninggal Dunia



Di Tempat pengasingan Cut Nyak Dien merahasiakan identitasnya sebagai wanita pejuang Aceh. Keadaan tubuhnya yang semakin tua renta dan penyakit rabunnya yang semakin parah. Cut Nyak Dien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.





Keberadaan makan Cut Nyak Dien baru diketahui pada tahun 1960 setelah dilakukan penelitian oleh pemerintah Aceh atas perintah Gubernur Aceh saat itu Ali Hasan.




Nach, demikian Biografi Cut Nyak Dien Sejarah Perlawanan Wanita Aceh yang dapat kami share pada artikel ini. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang membaca biografi Cut Nyak Dien.

Posting Komentar untuk "Biografi Cut Nyak Dien Sejarah Perlawanan Wanita Aceh"